Jaga Nurani Tetap Murni
daniel.tanamal Official Writer
"Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni..." 2 Timotius 1:3
Betapa indahnya jika kita bisa berkata kepada Allah dan manusia bahwa sepanjang tahun-tahun pelayanan kita yang panjang, kita tetap memelihara kemurnian hati nurani kita, seperti yg dikatakan Paulus dalam doanya untuk Timotius. Sebab jika ini bukan fakta, maka yang pertama-tama terusik seharusnya adalah batin kita. Penyataan Paulus ini menujukkan tidak adanya konfilk antara perkataannya dan batinnya.
Suatu kali seusai ibadah minggu di Gedung Apartemen yang baru gereja kami tempati, sembari mengangkat peralatan ibadah kembali ke unit saya, saya berjumpa dengan seorang bapak di dalam lift.
Melihat barang-barang yang kami gotong, bapak ini bertanya, "Oh, sekarang ada gereja yah disini. "Saya jawab, "Iya, benar Pak." Dia pun berujar, "Oooh... gereja mah banyak yah dimana-mana." Dengan perasaan agak bangga atas penyataan beliau barusan, saya menjawab kembali, "iya Pak, karena masih banyak jiwa yg perlu ditolong." Namun betapa kagetnya saya dengan respon beliau. Dengan nada ketus, keras dan tinggi, dia menjawab singkat, "HALAH..!!"
Saya tercengang, seraya Bapak itu meninggalkan kami menuju ke lantainya. Saya menangkap indikasi kepahitan dinada Bapak itu. Mengapa bisa?
Di Singapura ada beberapa pedagang kios dan juga pengemudi taxi (non-Kristen) yg berujar, "wah, besok saya mau jadi Pendeta Kristen saja ah. Enak dan kaya raya yah." Mereka takjub melihat besaran angka korupsi yang dilakukan seorang gembala di Singapura yang kini mendekam di tahanan. Di Jakarta saya menjumpai ada seorang encik tua miskin yang berkeluh kecewa, karena uang yang pernah dia tabur dari kekurangannya untuk pembangunan rumah Tuhan, kini gedung itu malah beralih fungsi untuk yang lain.
Pandangan masyarakat pun mulai berubah. Dulu profesi pendeta (dan rohaniawan agama-agama lain pun) selalu identik dengan kesederhanaan dan kebersahajaan. Sekarang, ia identik dengan jas armani, parfum mahal nan wangi, dan mobil mewah keluaran terkini. Foto-foto selfie liburan di luar negeri pun menghiasi dinding FB, seraya cincin batu rubi menghiasi jemari yang bergoyang kesana kemari, menari-nari sembari mengkotbahkan Kitab Suci.
Saya menjumpai beberapa orang yang mulai "hilfil" dgn gereja dan anti dengan pendeta. Saya juga mengenal sepasang konglomerat yang muak dengan pendeta karena sudah sering disedot habis oleh mereka. Sedih rasanya bila profesi yang mulia ini kini dicap jelek hanya karena ulah segelintir oknum.
Hah?! 'Oknum' kataku?? Apakah memang hanya segelintir oknum saja yang bisa begitu? Bukankan aku pun punya kecenderungan begitu? Dulu ketika memulai pelayanan, semua dilalui dengan ucapan syukur walau dalam kekurangan. Tidak pernah terpikir untuk memilih-milih tempat pelayanan, apalagi sampai memilih untuk membeda-bedakan orang. Tapi bagaimana bila kesuksesan sudah menjelang? Bagaimana bila donatur mulai berhamburan, jadwal kotbah mulai berdatangan, dan ekonomi mengalami kenaikkan? Jangan-jangan aku mulai memilah undangan pelayanan, hanya mau berkotbah di tempat basah dan amplop tebal. Jangan-jangan aku mulai menghindari si miskin dan susah, mulai mendekati si kaya nan basah. Jangan-jangan aku mulai pongah, lupa predikat sebagai 'hamba' dan mulai berlagak seperti 'tuan'.
Bukan rahasia bahwa waktu bisa merubah kita. Di awal baik, belum tentu di akhir baik. Saat kekurangan bisa tetap tulus, jangan-jangan setelah kaya malah jadi bulus. Benarlah kata pepatah yang mengatakan bahwa, "manusia diuji bukan oleh kesukaran, melainkan oleh kesuksesan." Itu sebabnya, menjaga hati nurani kita agar tetap murni adalah suatu hal yang harus dengan sungguh-sungguh DIUSAHAKAN (Kis24:16). Kita harus sungguh-sungguh mengupayakannya agar tidak ada lagi orang yang kepahitan dgn pendeta, gereja, kekristenan, dan pada akhirnya undur dari Tuhan. Jangan sampai ada lagi yang kepahitan gara-gara kita. Sebaliknya, kita harus sekuat tenaga melayani "...dengan hati nurani yang murni, supaya mereka yang memfitnahmu karena hidup mu yang saleh dalam Kristus menjadi malu karena fitnahan mereka itu" (1pet3:16).
Kita harus berusaha sekuat tenaga agar kita bisa tetap berdiri dan berkata kepada dunia yang menyaksikan kita, "Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah. Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya." (2Kor1:12, 2:17)
Roh Kudus, tolong kami...
Renungan oleh:
Pdt Assaf Imanuel - Gembala Jemaat GBI LivingBread
Sumber : Disunting seperlunya tanpa mengurangi atau menambah maksud penulisan, editing oleh Daniel Tanamal - Jawaban.com
Halaman :
1